Suku Dayak Kayong, merupakan suatu kelompok masyarakat dayak yang terdapat di kabupaten Ketapang provinsi Kalimantan Barat. Pemukiman suku Dayak Kayong berada di beberapa kecamatan seperti di kecamatan Nanga Tayap, Aur Kuning, Sandai dan Tumbang Titi.
Istilah diduga berasal dari sebuah sungai yang bernama Muara Kayong yang berada di kecamatan Nanga Tayap.
Masyarakat suku Dayak Kayong berbicara dalam bahasa Kayong. Bahasa Kayong terdiri dari beberapa dialek tergantung wilayah perkampungan masing-masing, tetapi walaupun begitu di antara penduduk beberapa kampung tersebut dapat berkomunikasi dengan baik. Mereka berbicara satu sama lain dengan logat bahasa mereka masing-masing tetapi tetap bisa dipahami tanpa menimbulkan kebingungan satu sama lain.
Asal usul suku Dayak Kayong tidak diketahui secara pasti, karena suku Dayak Kayong tidak menyimpan catatan tentang perjalanan nenek moyang mereka dari tempat asalnya hingga sampai ke tanah mereka saat ini. Sedangkan legenda-legenda yang ada di antara masyarakat Dayak Kayong berbeda dengan legenda-legenda suku-suku Dayak di sekitar wilayah suku Dayak Kayong, sehingga tidak dapat ditemukan hubungan legenda antara suku Dayak Kayong dengan suku-suku dayak lainnya.
Sumber lain mengatakan bahwa Dayak Kayong berasal dari Kalimantan Tengah yang kemudian menetap di daerah Nanga Tayap tepatnya daerah Bukit Kuyu. Daerah Bukit Kuyu ini merupakan wilayah adat masyarakat Dayak Kayong yang berasal dari Kalimantan Tengah. Mereka menghuni kawasan hulu Kabupaten Ketapang, berbatasan langsung dengan Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Asal muasal mengapa Dayak Kayong berada di Nanga Tayap, karena leluhur mereka kala itu mencari daerah baru untuk dijadikan permukiman dengan menelusuri sungai.
Desa Sebadak Raya sendiri telah ada sejak 1800-an. Keluarga dari seorang narasumber bernama Edi sudah empat generasi tinggal di daerah tersebut saat masih berupa hutan rimba. Beberapa kepala keluarga, mendirikan rumah di daerah tersebut. Mereka membuka lahan di sekitar pemukiman untuk bercocok tanam. Jumlah penduduknya saat ini sekitar 2.000 jiwa, dengan sekitar 600 kepala keluarga. “Sebadak Raya juga dikelilingi tujuh buah sungai yaitu Intip, Sediung, Sekirik, Sendurian, Pampang Duo, Kebuai, dan Macian yang semuanya ini sebagai sumber air bersih warga,” ujar Edi.
Saat penjajahan Belanda, Sebadak Raya pernah mengalami regrouping dengan beberapa warga yang hidup di dekatnya. Tahun 1980-an, diubah menjadi dusun, karena wilayahnya dianggap kecil. Baru lah pada 1990-an, Sebadak Raya kembali ditetapkan menjadi Desa, dengan tiga dusun yaitu Kebuai, Tanjung Beringin, dan Tanjung Bunga.
Pada intinya kehidupan orang dayak sangat identik dengan alam. Maka, perlu disadari bahwa masyarakat adat Dayak secara umum adalah komunitas ekologis dimana keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada eksistensi alam yang ada.
Suku Dayak Kayong memiliki sebuah konsep agama yang bukan datang dari luar komunitas mereka, karena agama asli yang mereka yakini adalah kepercayaan dinamisme yang disebut juga dengan nama Preanimisme. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa roh nenek moyang, tiap-tiap benda atau mahluk hidup mempunyai daya dan kekuatan yang diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Menurut keyakinan mereka bahwa arwah nenek moyang selalu memperhatikan dan melindungi mereka, tetapi juga akan menghukum mereka jika melakukan pelanggaran adat. Juga kepercayaan terhadap semua benda yang terdapat dalam alam semesta mempunyai kekuatan, seperti hutan, tanah, air, sungai, danau, gunung, bukit, batu, kayu, dan benda-benda buatan manusia lainnya juga diyakini mempunyai kekuatan gaib seperti ponti’ (patung) dan jimat. Tetapi tradisi agama asli ini telah ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat suku Dayak Kayong, karena saat ini mayoritas masyarakat suku Dayak Kayong telah memeluk agama Kristen Katolik.
Masyarakat Dayak Kayong memiliki kepala adat sendiri sebagai kepala adat tertinggi yang bergelar Domong Adat atau Pateh (Pemimpin adat). Kepala adat ini mengatur dalam menyelesaikan berbagai perkara adat dan juga mengatur upacara-upacara yang menyangkut kepercayaan masyarakat setempat.
Masyarakat Dayak Kayong tidak terlepas dengan kehidupan masa lalunya yang akrab dengan kehidupan hutan. Segala sesuatu yang ada di hutan akan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka berburu, membuka ladang di tengah hutan, mencari kayu, menanam pohon karet untuk diambil getahnya, mencari rotan dan tengkawang. Hubungan orang Dayak Kayong dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Alam memberikan kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, di lain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.
sumber:
http://www.mongabay.co.id/2015/05/10/batu-kuyu-dan-kearifan-masyarakat-sebadak-raya-menjaga-hutan/
protomalayans
liquari-kamseupaybekaro
kapuasmelayu
psbdkbedayong
wikipedia
dan sumber lain
tanjung beringin itu desa bukan dusun yg terletak di hulu desa sepotong kec.aurkuning kab.ketapang
BalasHapustanjung beringin itu desa bukan dusun yg terletak di hulu desa sepotong kec.aurkuning kab.ketapang
BalasHapus